ALLNiteCafe Site

Ikon

Allnitecafe Global Tips & Guide! | Tips Chatting MIRC & Yahoo! Messenger | Hacking | Browsing | All The best Solution. It's all here!

Presiden Soekarno, Cara Menentukan Gadis Masih Perawan

Dari buku ”In Memoriam” karya Rosihan Anwar, terungkap cara Presiden Soekarno menentukan gadis yang masih perawan. Rosihan Anwar adalah seorang jurnalis yang sudah kritis ketika era pemerintahan Soekarno. Baca entri selengkapnya »

Filed under: Hukum Syara, , , ,

Pendapat Ulama Seputar Homoseksualitas


Ketertarikan Terhadap Sejenis

homosekTanya:
Saya pelajar muslim di Australia. Saya mengetahui bahwa salah seorang teman saya adalah gay. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah terlibat dengan orang lain, tapi memiliki perasaan terhadap pria dalam arti tertarik kepada mereka. Sulit bagi dia untuk tertarik kepada wanita. Yang ingin saya ketahui adalah, bagaimana orang menjadi homoseksual? Apakah itu dari setan? Apa yang bisa dilakukan oleh teman saya tersebut untuk mengurangi hasrat kepada pria dan mengalihkannya kepada wanita? Dia benar-benar ingin mencoba. Apakah teman saya tersebut berdosa? meskipun dia belum pernah “menyentuh” pria? Bagaimana pandangan Islam terhadap teman saya ini?

Jawaban dari Muzammil Siddiqi:

Menganggap setiap ketertarikan pria terhadap pria dan wanita terhadap wanita sebagai homoseksualitas adalah pemikiran yang salah. Manusia secara alamiah tertarik satu sama lain dan tidak ada yang salah. Tidak ada yang salah ketika wanita saling menyentuh dan merasa dekat satu sama lain. Tidak salah juga antara pria dan wanita sesama muhrim, seperti ibu dan anak laki-laki, ayah dan anak perempuan, sesama saudara kandung, paman dan keponakan dll, untuk saling menyentuh. Hal itu adalah hubungan yang wajar dan diterima dalam Islam. Tentu saja, sentuhan itu haruslah sentuhan cinta kasih sayang dan bukan nafsu (syahwat), menunjukan perhatian, bukan seksual. Dalam lingkungan pemikiran yang salah, bahkan hubungan yang suci dan baik ini adalah berbahaya. Tapi Islam menyarankan keakraban ini dengan menjaganya tetap bersih dan suci.

Mereka yang memiliki hasrat seksual yang terlarang, baik kepada pria atau wanita, harus mengendalikannya dan mengekangnya. Mereka harus mencari perlindungan Allah dan memohon kepada Nya agar mampu menjaga kesuciannya. Berusaha agar selalu mempunyai wudhu, menggunakan pakaian panjang dan longgar dan menundukkan pandangannya.

Menurut Islam, ekspresi seksual apapun, yang diluar dari yang diijinkan oleh Allah, adalah dilarang dan suatu dosa. Hasrat yang buruk jelas harus dihindari, tapi menurut Islam, hasrat buruk itu sendiri bukanlah suatu dosa, kecuali jika kemudian mengarah ke perbuatan yang terlarang. Jika seseorang merasakan hasrat yang buruk dan dia dapat mengendalikannya, dia akan mendapatkan pahala dan berkah dari Allah


Perbuatan Homoseksual Merupakan Dosa Besar

Tanya:
Dapatkah anda menjelaskan hukum atas homoseksualitas: sodomi dan lesbian. Dan jika hal itu haram, apa hukumannya dalam Islam?

Jawaban dari Dr. Yusuf Al-Qaradhawi:

Kita harus mengetahui bahwa dalam mengatur dorongan seksual Islam telah mengharamkan bukan saja hubungan seksual yang terlarang dan segala hal yang mengarah kepadanya, tapi juga penyimpangan seksual yang dikenal dengan homoseksualitas. Tindakan sesat ini adalah menentang hukum alam, suatu perusakan atas seksualitas pria, dan suatu kejahatan terhadap hak-hak wanita. [ Hal yang sama juga berlaku dalam masalah homoseksualitas wanita – penterj ]

Penyebaran dari tindakan yang merusak moral ini dalam masyarakat mengacaukan pola hidup alamiah dan menjadikan mereka yang melakukannya menjadi budak dari nafsunya, menghilangkan nilai-nilai mereka akan selera yang patut, moral yang pantas, dan cara hidup yang layak. Kisah dari kaum Nabi Luth a.s. yang diceritakan oleh Al-Qur’an seharusnya cukup bagi kita. Kaum Nabi Luth telah mengalami kecanduan atas tindakan amoral yang memalukan, meninggalkan hubungan dengan wanita yang alamiah, suci, dan sah untuk mengejar tindakan yang tidak alamiah, buruk, dan sesat. Itulah mengapa Nabi Luth a.s. berkata kepada mereka “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas” (Q.S Asy-syu’araa’ (26) : 165-166)

Tindakan paling aneh dari mereka yang merusak hukum alam, kehilangan bimbingan, bermoral bejat, dan penyimpangan selera ini adalah perilaku mereka terhadap tamu-tamu nabi Luth a.s. yang sebenarnya adalah malaikat penghukum dalam wujud manusia yang dikirim oleh Allah untuk menguji mereka dan untuk menunjukkan kesesatan mereka. Al-Qur’an mengisahkan :

“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: “Ini adalah hari yang amat sulit.”

Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan perbuatan yang keji. Luth berkata: “Hai kaumku, inilah putri putri ku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?”

Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri putrimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.”

Luth berkata: “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).”

Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?”.
(Q.S. Huud (11) : 77-81 )

Para ahli hukum Islam mempunyai berbagai opini yang berbeda mengenai hukuman atas tindakan tercela ini. Apakan sama dengan hukuman atas zina, ataukah kedua pelaku baik yang aktif maupun pasif harus dihukum mati? Karena hukuman semacam itu tampak terlalu kejam, mereka menyarankan untuk memelihara kesucian masyarakat Islam dan menjaganya tetap bersih dari unsur-unsur sesat.


Hukum Islam Mengenai Homoseksualitas
Majalah Al-Jumu’ah (Sya’ban 1416 H)

Islam menganggap homoseksualitas sebagai suatu penyimpangan seksual yang mengarah kepada tindakan tercela yang melanggar hukum alam yang Allah ciptakan bagi manusia. Homoseksualitas adalah perusakan atas seksualitas pria dan suatu kejahatan terhadap lawan jenis. Oleh karena itu, syariah Islam dengan tegas melarang perbuatan yang sesat ini. Hal ini disebutkan di beberapa tempat dalam Al-Qur’an.

Kisah kaum Nabi Luth yang kecanduan akan perbuatan ini, adalah contoh yang paling baik. Nabi Luth a.s. berkata kepada kaumnya “Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?…” (Q.S. Al-Ankabut (29) : 29) Dan dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas” (Q.S Asy-syu’araa’ (26) : 165-166). Tetapi jawaban mereka kepada Nabi Luth a.s. adalah : “…, Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar” (Q.S. Al-Ankabut (29) : 29). Maka Allah mengirimkan adzab yang patut bagi mereka: “Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (Q.S Asy-syu’araa’ (26) : 173).

Sebagaimana seseorang yang memiliki dorongan seksual tidak seharusnya memuaskan dorongan tersebut dengan melakukan zina, seseorang yang memiliki perasaan tidak wajar ini tidak seharusnya memperturutkannya. Demi memelihara kesucian masyarakat Muslim, sebagian besar ulama telah menetapkan hukuman atas perbuatan ini sama dengan hukuman atas zina (yakni, seratus cambukan bagi mereka yang belum menikah, dan hukum rajam sampai mati bagi yang telah menikah). Beberapa bahkan menetapkan hukuman mati bagi kedua pelakunya, karena Rasul SAW bersabda : “Bunuh pelakunya dan orang yang menjadi obyeknya” (riwayat Al-Baihaqi)


Antara Genetik dan Moral

Tanya:
Bagaimana saya meyakinkan orang homoseks atas keyakinannya bahwa homoseksualitas adalah genetik? Dan apa homoseksualitas itu dalam pertimbangan Islam?

Jawaban dari Muzammil Siddiqi:

Jika orang homoseks tersebut adalah Muslim, maka seharusnya sudah cukup dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah jelas haram. Allah SWT dan Rasul SAW telah melarang segala bentuk tindakan homoseksual. Juga, mengatakan bahwa homoseksualitas adalah genetik benar-benar tidak memiliki dasar pembuktian. Kalaupun itu genetik, hanya untuk sebatas argumen, apakah berarti bahwa anda harus melakukannya? Orang lain bisa juga mengatakan bahwa hasrat mereka untuk melakukan zina adalah genetik. Apakah itu berarti bahwa kita harus melakukannya? Atau bahkan keinginan untuk mencuri atau berbohong? mencaci-maki atau menuduh orang, menyebar fitnah? Prinsipnya adalah bahwa hukum moral tidak diambil dari penelitian genetik. Hukum moral diambil dari Allah dan Rasul Nya (SAW). Apapun yang diijinkan Allah, boleh dilakukan. Apapun yang dilarang-Nya adalah haram dan harus dihindari. Homoseksualitas adalah sesuatu yang tidak alamiah. Menghancurkan keluarga. Menyebabkan penyakit. Untuk alasan itulah maka diharamkan. Dalam Al-Qur’an dapat kita temukan, di banyak tempat, acuan terhadap suatu kaum yang kepada mereka dikirimkan Nabi Luth. Lingkungan masyarakat dihancurkan karena dosa homoseksualitas.


Diterjemahkan oleh mqzf dari situs StraightWay Foundation
Artikel Asli : http://straightway.sinfree.net

Filed under: Hukum Syara, ,

HUKUM ORAL SEKS

Hukum oral seks adalah mubah, sebab tidak termasuk ke dalam apa yang dilarang dalam pergaulan seksual(istimta’) suami isteri. Yang dilarang harus ada dalilnya, sebab ia adalah pengecualian dari prinsip kemubahan, yaitu beristimta’ antara suami isteri.

Yang ada dalilnya adalah keharaman menggauli isteri pada duburnya (bukan farjinya), yaitu anal seks. Ini haram,karena ada sabda Nabi berbunyi “mal’uun man ata imra`atan fi duburiha.” (Terlaknat laki-laki yang mendatangi isterinya pada duburnya) (Lihat Abdurrahman Al Maliki, Nizham Al Uqubat).

Adapun mendatangi isteri pada mulutnya (ORAL SEKS), maka tidak ada nash yang melarangnya baik dalam Al Qur`an maupun As Sunnah.Yang ada adalah dalil-dalil umum yang membolehkan istimta’ antara suami isteri, yang termasuk didalamnya adalah oral seks. Seperti firman Allah SWT dalam surat Al Mu`minun “walladzina lifurujihim yuhafizhun, illa ‘ala azwajihim au malakat aimanuhum..” (orang-orang mu`min adalah orang-orang yang memelihara kemaluan mereka, kecuali kepada isteri-isteri mereka dan budak-budak yang mereka miliki).

Jadi dalil umum ini membolehkan segala aktivitas seksual antara suami isteri (juga antara seorang tuan dengan budak perempuannya), kecuali yang dilarang oleh syara’. Dalam hal ini ada nash yang melarang melakukan anal seks. Sedang oral seks tidak ada dalil pengharamannya. Maka ia adalah mubah berdasarkan keumuman dalil surat Al Mu`minun di atas.Wallahu a’lam.

Filed under: Hukum Syara, , , ,

MELURUSKAN SALAH PAHAM SEPUTAR JILBAB

1. Pengantar

jilbab_manikBanyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan “jilbab” adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam Al Qur`an surah An Nuur : 31 disebut dengan istilah “khimaar” (jamaknya : “khumur”). Adapun jilbab yang terdapat dalam surah Al Ahzab : 59, sebenarnya adalah baju yang longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah (bukan potongan).

Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mengekspolitir lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat –atau menggunakan bahan tekstil yang transparan– tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.

Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat sesat yang merajalela dan menggila di tengah masyarakat.  Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang benar). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah. Di sinilah kaum muslimah diuji. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam dosa, kesesatan, dan kebejatan moral..

Berkaitan dengan itu, Nabi SAW pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing –termasuk busana jilbab– sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap memegang Islam, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insya Allah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi SAW :

“Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim no. 145)

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,’Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka ?” Rasululah SAW menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” (HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan)

2. Aurat  dan Busana Muslimah

Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda. Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita. Kedua, busana wanita dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi. Ketiga, busana wanita dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), yaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum inilah yang disebut dengan jilbab.

a. Aurat Wanita

Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya.  Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar.  Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup.  Hal ini berlandaskan firman Allah SWT :

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”  (QS An Nuur : 31)

Yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan.  Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi SAW sedangkan beliau mendiamkannya.  Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat.  Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah SAW, yaitu di masa masih turunnya ayat Al Qur`an.  Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah SAW :

“(Seluruh tubuh) wanita itu adalah aurat.”

“Apabila seorang wanita telah baligh maka tidak boleh ia menampakkan (tubuhnya) kecuali wajahnya dan selain ini digenggamnya antara telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya.”

Nabi SAW pernah berkata kepada Asma` binti Abu Bakar :

“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)

Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya.  Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.

b. Busana Wanita dalam Kehidupan Khusus

Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya : “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi SAW “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya). (QS An Nuur : 31). Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya.  Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, kulot, dan kaos juga dapat menutupinya.  Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.

Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.

Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit.  Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui.  Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat.  Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwasanya Asma` binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi SAW dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah SAW berpaling seraya bersabda :

“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” (HR. Abu Dawud)

Jadi Rasulullah SAW menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat.  Oleh karena itu lalu Nabi SAW berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.

Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi SAW tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi SAW kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya :

“Suruhlah isterimu melilitkan (kain lain) di bagian dalam kain tipis itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.”

Qibtiyah adalah sehelai kain tipis.  Oleh karena itu tatkala Rasulullah SAW mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda : “Suruhlah isterimu melilitkan (kain lain) di bagian dalamnya kain tipis.”

Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit.  Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.

c. Busana Wanita dalam Kehidupan Umum

Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.

Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya.  Mengapa ? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’.  Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.

Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun  tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu  ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj).  Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.

Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.

Apakah pengertian jilbab ? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian (rumah), seperti milhafah/baju terusan), atau  “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab : milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.

Untuk baju atas, yaitu khimar, syariat telah  mewajibkan kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang  berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada.  Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum.

Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum.  Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung) :

“Hendaklah mereka mentutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS An Nuur : 31)

Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :

“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.”  (QS Al Ahzab : 59)

Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah RA, bahwa dia berkata :

“Rasulullah SAW memerintahkan kami agar keluar (menuju lapangan) pada saat hari raya Iedul Fithri dan Iedul Adlha, baik ia budak wanita, wanita yang haidl, maupun yang perawan.  Adapun bagi orang-orang yang haidl maka diperintahkan menjauh dari tempat shalat, namun tetap boleh menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin.  Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah SAW salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.  Maka Rasulullah SAW menjawab: ‘Hendaklah saudaranya itu meminjamkan jilbabnya.”

Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum.  Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh.  Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah RA di atas, yakni  kalau seorang wanita tak punya jilbab –untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)—maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan  memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.

Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah  sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan : “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka.). (QS Al Ahzab : 59)

Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah al irkha` ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini diperkuat dengan  dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa yang melabuhkan/mengulurkan bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi SAW menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran).’ Ummu Salamah menjawab,’Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (dzira`an) dan jangan ditambah lagi.”

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah  –yaitu jilbab– telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlahHendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(Lihat Taqiyudin An Nabhani, An Nizham Al Ijtima’I fil Islam, hal. 45-51)

3. Penutup

Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam Al Qur`an.

Jika  seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah  adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran  terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah

Filed under: Hukum Syara, , , , , , , , , , , , , ,

RSS Indo Flasher Mobile Phone

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Mau Bisnis Pulsa???

server
Bisnis Server Pulsa, mo bisnis server pulsa elektrik all operator tapi bingung cara mulainya? Lanjuuut >>

Pulsa Murah Proses Cepat

supplier pulsa
Stok Pulsa All Operator, Cari Pulsa Murah Disini Tempatnya... Lanjuuut >>

Tips Tawar Menawar Harga Rumah

Info Property
Ada seni & trik tersendiri yang diperlukan orang saat jual beli barang. Yakni, bagaimana tawar-menawar harga.

Indo Flasher

ufs3
Cara Mudah Belajar Service Handphone dengan Ahlinya ada di sini nih..
Baca Selengkapnya »

Elektronik HOBY

Elektronik Hoby
Cara Mudah Belajar ELEKTRONIK dengan Ahlinya ada di sini nih..
Baca Selengkapnya »
Master Digital

bisinis mlm
Server Pulsa

Video Tutorial IM Mau..???

"Video Tutorial" Desaind WebSite & Menghasilkan PASIVE INCOME Mau??? Password aksess :allnitecafe
Klik Disini>>

Top Clicks

  • Tidak ada

Download Skematik Elektronik

Pengunjung ke :

  • 448.113 Pengunjung
free counters

Tukeran Link Yuk Taruh Script Ini Di Blog anda & saya akan Link Balik

<a title="allnitecafe" href="https://allnitecafe.wordpress.com/" target="_blank"> <img src="https://allnitecafe.files.wordpress.com/2009/08/master-digital.gif" border="0" alt="allnitecafe" /></a>
Master Digital Software Pulsa Elektrik